Ticker

6/recent/ticker-posts

Uji Kompetensi Guru untuk Siapa?

Hasil uji kompetensi guru (UKG), baru-baru ini masih di bawah standar yang ditetapkan pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sementara, ada pihak yang mensinyalir bahwa UKG bagian dari proyek Kemendiknas karena UKG sendiri dinilai kurang tepat dilakukan melalui cara-cara tersebut.

UKG juga dinilai sebagai pemborosan anggaran karena tanpa UKG kepala sekolah dan pengawas bisa diberdayakan untuk peningkatan kompetensi guru tersebut. Jadi, tidak harus melakukan ujian yang banyak menghabiskan biaya.
Saya membaca di sebuah surat kabar harian bahwa kritikan terhadap UKG patut pula mendapat perhatian. Cara-cara yang kurang tepat disebutkan bahwa UKG tidak memberi mata uji seperti yang dilaksanakan tersebut, tetapi menyangkut kegiatan belajar-mengajar dan terkait.
Jika demikian keadaannya, lalu UKG ini sebenarnya untuk siapa?
Lha, kan Kemendikbud beralasan meningkatkan kompetensi guru. Lalu, para guru diberi ujian seperti menguji siswa sekolah yang akan lulus sekolah dengan soal yang hanya berupa isian pilihan. Ternyata, hasil ujian pilihan seperti itu, memperlihatkan bahwa guru-guru bernilai di bawah standar. Apakah sedemikian rendah pengetahuan guru dan soal-soal apa yang diujikan? Memang, ujian untuk guru-guru sebagai pengajar seharusnya sesuai dengan tugas guru sebagai pengajar bukan diuji dengan materi lain yang dianggap tidak sepadan. Atau, materi itu terlalu luas bagi tujuan peningkatan belajar-mengajar di sekolah. Sehingga, pantas timbul protes bahwa materi yang diberikan tidak sesuai dengan tujuan peningkatan kompetensi guru.
Selain itu, dengan alasan tidak lulus UKG maka harus dilakukan peningkatan kompetensi guru. Maka, Kemendikbud pun membuat program berbagai pelatihan. Itulah yang kemudian dicurigai sebagai "akal-akalan" institusi itu untuk membuat proyek. Artinya, guru-guru menjadi pelengkap penderita sebagai "alat" untuk mendapatkan proyek peningkatan kompetensi.
Institusi pendidikan seharusnya meningkatkan kualitas pendidikan dengan cara-cara dan program yang mendukung, bukan dengan proyek. Kalau tekanannya pada proyek, bagaimana mutu pendidikan kita ke depan?
Saya merinding membayangkan kelak mutu pendidikan kita semakin jeblok dan anak bangsa ini hidup dalam ketertinggalan. Bangsa ini akan tergilas zaman. saja, cikal-bakalnya sudah kelihatan sejak berlakunya pasar bebas manakala pasar di dalam negeri diserbu oleh berbagai produk asing.
Karena itu, sudah sepatutnya pengambil kebijakan di negeri ini, baik pusat maupun daerah, ikhlas dalam bekerja. Sasarannya adalah menciptakan kondisi yang lebih baik bagi anak bangsa ke depan.
Indriati Legowo
Kampung Utan
Kabupaten Bekasi

 SUMBER: http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=308763

Post a Comment

0 Comments