Saat sekarang nilai uang kita sudah seperti tak bernilai, jaman sekolah dasar dulu (tahun 1972) uang jajan saya satu ringgit (setara dengan nilai Rp.2,5 rupiah) pada waktu itu bisa jajan Bakso dan es untuk 2 orang, saat ini ? uang Rp. 10 ribu saja belum tentu bisa cukup. Dengan kata lain dalam tenggang waktu 39 tahun nilai uang kita sudah turun 4000 kali (hitungan awam 10.000 : Rp 2,5 = 4000), mungkin hitungan itu kurang tepat bagi seorang ahli ekonomi, namun bukan disitu makna yang akan disampaikan dalam tulisan itu, tetapi apakah nilai moral kita juga Bangsa dengan negara “Gemah Ripah Loh Jinawi”, turut surut sebanyak menurunnya nilai uang kita ?. Berikut cerita nyata yang bisa membuat kita ikut menilai.
Wilayah Sunter, Jakarta Utara, yang dahulunya adalah tanah rawa, sekarang ini sudah sangat padat, hampir mayoritas jalan utama sudah dijadikan tempat bisnis, disalah satu ruko sekitar sunter ini saya bekerja hampir 5 tahun terakhir, dengan suka dukanya pada bulan itu saya mengakhiri masa kerja di perusahaan tersebut untuk bisa lebih baik (semoga), walaupun belum jelas akan bekerja dimana, namun dengan kondisi yang ada saya menghindari berkarier lebih lanjut diperusahaan tersebut.
Akhir bulan pas tanggal tua menjadi hari terakhir bekerja, karena gaji dihitung sampai akhir bulan dan dibayarkan pada awal bulan, setelah berpamitan dengan pemilik dan teman-teman saya berniat pulang, namun hujan deras menahan ketergesaan untuk pulang. Sambil menunggu didepan kantor karena lamanya jadi melamun dan juga menyesali keputusan untuk keluar kerja, karena belum ada pekerjaan yang baru, bagaimana biaya dirumah ? makan sekolah anak dan kehidupan hari-hari ? memang sesal kemudian tidak berguna, katanya nasi sudah jadi bubur apa mau dikata ?.
Karena pada waktu itu sudah jam 19.00, kebetulan ada tukang nasi goreng keliling saya memesan 1 piring untuk sendiri, namun saat mengamati sekeliling hanya saya sendiri yang memesan dari sekitar 8 orang lainnya yang menunggu hujan yang juga nampak “lapar”, 2 Satpam, 2 orang office boy dan beberapa pemulung (pengumpul kertas dan karton eks kantor) berdiri bersamaan sambil mencium harumnya nasi goreng dimasak, yang sangat nikmat kala hujan deras dan lapar, wah pikiran saya jadi terganggu kenapa saya tidak menawari mereka?, tapi kalau mereka mau gimana ?, yang namanya belum gajian uang didompet juga tinggal 50 ribu, apa cukup satu piring saja Rp.6.000,- kalau 9 orang saja 54 ribu ?, nanti kalau istri tanya dirumah bagaimana ? masa nggak ada duit saja sok traktir ?, melamun jadi berkepanjangan, saya yakin mereka juga lapar, mau beli juga mungkin sama seperti saya tidak ada uangnya?. Tersentak dari lamunan saat tukang nasi goreng menyodorkan nasi goreng yang panas dan wangi mas………. ini nasi gorengnya kerupuknya boleh ambil sendiri !. Terkaget dan bingung bagaimana harus berbasa-basi pada yang lain…………………., tanpa sengaja dengan spontan saya berkata, “Mas dibuatkan lagi untuk Pak SATPAM dan teman teman lain disini……!, secara bersama juga 8 orang yang ada berseru, terima kasih Pak !, wah jadi terkaget dan terharu juga atas keberanian dan sambutan yang ada, namun demikian sambil jongkok dan makan saya berpikir keras dari mana Rp. 4000,- nya untuk bayar 54 ribu sementara uang dikantong 50 ribu, ya dari pada bingung makan nggak nikmat saya cuek saja saya makan sampai habis dan kemudian minta minumnya sama Satpam sambil tetap menunggu hujan berhenti dan naik motor tidak kehujanan.
Saat terakhir sudah selesai makan, semua orang mengucapkan terima kasih berulang-ulang ternyata masih ada orang mau bayarin makan walaupun nggak kenal dikota ini katanya, namun sambil merasa senang juga merasa bingung saat harus bayar, duitnya nggak cukup…………….., kembali secara spontan saya berkata, berapa mas ?…………. , tiba-tiba tukang nasi goreng berkata 9 piring karena banyak bulatkan saja 50 ribu!, waaah luar biasa cukup juga uangnya dan saya sambil menutupi dompet dengan tangan mengambil uang 50 ribuan terakhir dibulan juni 2011 dan diakhir masa pekerjaan, ditengah ketidakpastian hidup hari esok.
Masih panjang dan banyak cerita lain hari terakhir itu karena hujan baru reda sampai jam 11.00 WIB dan jakarta terendam aiiiirrrr, sehingga semua pulang larut malam, yang tidak bisa diceritakan disini, namun ada kesan tersendiri untuk berbagi saat kita sendiri merasa kekurangan namun yakin lah ada jalan untuk mencukupinya terbukti sampai sekarang saya masih bisa memenuhi kebutuhan keluarga dengan layak, ada beberapa orang bijak berkata, “hari ini milik kita nikmatilah dan manfaatkanlah sepenuh hati dan sesempurna mungkin, jangan khawatirkan hari esok karena hari esok milik TUHAN, biarlah kehendak NYA yang mengatur dan melapangkannya.
Wilayah Sunter, Jakarta Utara, yang dahulunya adalah tanah rawa, sekarang ini sudah sangat padat, hampir mayoritas jalan utama sudah dijadikan tempat bisnis, disalah satu ruko sekitar sunter ini saya bekerja hampir 5 tahun terakhir, dengan suka dukanya pada bulan itu saya mengakhiri masa kerja di perusahaan tersebut untuk bisa lebih baik (semoga), walaupun belum jelas akan bekerja dimana, namun dengan kondisi yang ada saya menghindari berkarier lebih lanjut diperusahaan tersebut.
Akhir bulan pas tanggal tua menjadi hari terakhir bekerja, karena gaji dihitung sampai akhir bulan dan dibayarkan pada awal bulan, setelah berpamitan dengan pemilik dan teman-teman saya berniat pulang, namun hujan deras menahan ketergesaan untuk pulang. Sambil menunggu didepan kantor karena lamanya jadi melamun dan juga menyesali keputusan untuk keluar kerja, karena belum ada pekerjaan yang baru, bagaimana biaya dirumah ? makan sekolah anak dan kehidupan hari-hari ? memang sesal kemudian tidak berguna, katanya nasi sudah jadi bubur apa mau dikata ?.
Karena pada waktu itu sudah jam 19.00, kebetulan ada tukang nasi goreng keliling saya memesan 1 piring untuk sendiri, namun saat mengamati sekeliling hanya saya sendiri yang memesan dari sekitar 8 orang lainnya yang menunggu hujan yang juga nampak “lapar”, 2 Satpam, 2 orang office boy dan beberapa pemulung (pengumpul kertas dan karton eks kantor) berdiri bersamaan sambil mencium harumnya nasi goreng dimasak, yang sangat nikmat kala hujan deras dan lapar, wah pikiran saya jadi terganggu kenapa saya tidak menawari mereka?, tapi kalau mereka mau gimana ?, yang namanya belum gajian uang didompet juga tinggal 50 ribu, apa cukup satu piring saja Rp.6.000,- kalau 9 orang saja 54 ribu ?, nanti kalau istri tanya dirumah bagaimana ? masa nggak ada duit saja sok traktir ?, melamun jadi berkepanjangan, saya yakin mereka juga lapar, mau beli juga mungkin sama seperti saya tidak ada uangnya?. Tersentak dari lamunan saat tukang nasi goreng menyodorkan nasi goreng yang panas dan wangi mas………. ini nasi gorengnya kerupuknya boleh ambil sendiri !. Terkaget dan bingung bagaimana harus berbasa-basi pada yang lain…………………., tanpa sengaja dengan spontan saya berkata, “Mas dibuatkan lagi untuk Pak SATPAM dan teman teman lain disini……!, secara bersama juga 8 orang yang ada berseru, terima kasih Pak !, wah jadi terkaget dan terharu juga atas keberanian dan sambutan yang ada, namun demikian sambil jongkok dan makan saya berpikir keras dari mana Rp. 4000,- nya untuk bayar 54 ribu sementara uang dikantong 50 ribu, ya dari pada bingung makan nggak nikmat saya cuek saja saya makan sampai habis dan kemudian minta minumnya sama Satpam sambil tetap menunggu hujan berhenti dan naik motor tidak kehujanan.
Saat terakhir sudah selesai makan, semua orang mengucapkan terima kasih berulang-ulang ternyata masih ada orang mau bayarin makan walaupun nggak kenal dikota ini katanya, namun sambil merasa senang juga merasa bingung saat harus bayar, duitnya nggak cukup…………….., kembali secara spontan saya berkata, berapa mas ?…………. , tiba-tiba tukang nasi goreng berkata 9 piring karena banyak bulatkan saja 50 ribu!, waaah luar biasa cukup juga uangnya dan saya sambil menutupi dompet dengan tangan mengambil uang 50 ribuan terakhir dibulan juni 2011 dan diakhir masa pekerjaan, ditengah ketidakpastian hidup hari esok.
Masih panjang dan banyak cerita lain hari terakhir itu karena hujan baru reda sampai jam 11.00 WIB dan jakarta terendam aiiiirrrr, sehingga semua pulang larut malam, yang tidak bisa diceritakan disini, namun ada kesan tersendiri untuk berbagi saat kita sendiri merasa kekurangan namun yakin lah ada jalan untuk mencukupinya terbukti sampai sekarang saya masih bisa memenuhi kebutuhan keluarga dengan layak, ada beberapa orang bijak berkata, “hari ini milik kita nikmatilah dan manfaatkanlah sepenuh hati dan sesempurna mungkin, jangan khawatirkan hari esok karena hari esok milik TUHAN, biarlah kehendak NYA yang mengatur dan melapangkannya.
0 Comments